Media Sihir Bernama Film

Film ya film. Dakwah ya dakwah.

Ya ya ya. Film ya film, dakwah ya dakwah. Begitu kata Deddy Mizwar. Hahaha, saya ketawa waktu si Bang Jek ini bilang begitu dalam talkshow bertitel “Film, Ekspresi dan Dakwah” di Masjid Salman ITB, Jumat (6/5) kemarin.

Mari kita maknai dakwah sebagai sebuah kegiatan menyampaikan kebaikan. Maka ya, film adalah media dakwah yang menyenangkan. “Film itu sihir,” kata Deddy Mizwar lagi. “Kita tahu itu hanya dalam film, tapi kita menangis karenanya, kita tertawa karenanya. Karena itulah sihir.”

Saya jadi ingin mengutip salah satu prolog dalam film Janji Joni;

Nggak sedikit dari orang-orang ini yang hidupnya berubah setelah nonton film. Temen-temen gue juga gitu. Ini Ardi anak punk sejati, hanya percaya pada kekerasan dan anti kemapanan. Tapi saking terinspirasinya sama film Bad Boys, dia akhirnya jadi polisi.

Terlepas dari benar atau tidaknya cerita si Ardi teman Joni itu, saya yakin banyak dari kita pernah terinspirasi karena menonton sebuah film. Agaknya memang inilah sihir tanpa simsalabim itu. Maka pertanyaan selanjutnya adalah, sejauh mana umat Islam bisa memanfaatkan media sihir ini? Oke, subjek kita kali ini adalah umat, manusia-manusia yang terlibat dengan sihir ini. Baik itu si pembuat mantra-mantra sihir, ataupun si penikmat sihir.

Mas Putut Widjanarko dari Mizan, yang juga produser film Laskar Pelangi, yang juga berkesempatan hadir di Masjid Salman sore itu, mengaku keinginan untuk menyampaikan kebaikan dalam film sama sekali tidak membatasinya dalam berekspresi. Maka kemudian Mas Putut menyoal film Iran yang kualitasnya bahkan diakui dunia, padahal mereka punya banyak keterbatasan. Voila! Batasan ternyata tidak membatasi ekspresi, batasan adalah alat pelecut kreatifitas!

Maka ingin sekali saya menyihir petugas imigrasi, atau pihak manapun yang bisa, untuk mendeportasi keluarga India produser film-film gak jelas itu. Yang telah menggilas batas kesopanan dan norma dengan memamerkan secara berlebihan aurat-aurat penyanyi dangdut siapalah, atau artis bokep import dari negara manalah. Yang telah menggilas batas nalar dengan hidup melulu berdampingan dengan setan dan seks.

Oh. Ya ampun.

Karena hey, “Tidak semua orang ringan kakinya untuk melangkah ke masjid, tidak semua orang mau membaca,” kata kembaran saya, Oki Setiana Dewi, pemeran utama film Ketika Cinta Bertasbih, yang untuk kali pertama menginjakkan kaki di Masjid Salman ITB pada sore gerimis itu. Ya, nona. Saya setuju sekali. Dan rasanya orang akan lebih sukarela menyerahkan dirinya untuk tersihir sebuah film.

Maka wahai kalian para perapal mantra kebaikan, yang memantrai lewat menulis skenario, yang memantrai lewat arahan-arahan pengambilan gambar, yang memantrai lewat akting. Kalian semua! Wahai orang-orang di balik sihir, saya doakan kebaikan, agar hanya sihir kebaikan juga yang bisa kalian buat. Meminjam istilah Bang Deddy Mizwar, “membuat film yang bisa dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.” Wooohooo.. That’s why your name is Deddy-cation.. Mehehehe.. Sorry for joking 😉

Di akhir acara, Mas Putut mengingatkan, “tugas kita selanjutnya adalah menonton film yang baik. menontonlah.” Yep. Marilah kita menjadi penikmat sihir ini. Karena sesungguhnya kita, si penonton ini, adalah semangat untuk para pembuat film untuk lagi dan lagi membuat film yang bagus, dan baik.

Oh ya, tidak lupa sang Nagabonar mengingatkan, sesungguhnya setiap orang berhak terlibat dan mencipta berbagai sihir dalam bentuk lain, untuk menyampaikan kebaikan 🙂

Leave a comment